Lir ilir lir ilir
tanduré wis sumilir
Tak ijo royo – royo
taksengguh temantèn anyar
Bocah angon bocah
angon pènèkna blimbing kuwi
Lunyu – lunyu pènèkna
kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira
kumitir bedhahing pinggir
Dondomona jlumatana
kanggo séba mengko soré
Mumpung padhang
rembulané
Mumpung jembar
kalangané
Ya suraka surak horé
Lagu ini konon
kabarnya merupakan ciptaan sunan Kalijaga, ada juga yang berpendapat hasil
karya sunan Bonang, lirik tembang atau lagu ini dulunya diciptakan untuk
mediasi dan wahana dakwah Islam oléh para Walisanga, pendekatan budaya seperti
ini dilakukan karena masyarakat Jawa kala itu masih kuat dengan tradisi Hindu.
Maka untuk menyampaikan ajaran Islam di tengah – tengah masyarakat Jawa, maka
dirasa perlu untuk mendekatinya melalui budaya salah satunya adalah melalui
bahasa Jawa itu sendiri. Sebenarnya yang ingin disampaikan dalam lirik lagu
tersebut adalah ;
1. Memberitahukan bahwa adanya kabar baik,
yang sumilir seperti tunas padi dipematang sawah, sebuah harapan baru.
2. Yang terlihat begitu memikat indah, yang
layak untuk disongsong selayaknya pengantin baru (datangnya wahyu ilahi)
melalui nabi Muhammad.
3. Bocah angon sebagai analogi dan
perumpamaan hati para manusia itu sendiri.
4. Selicin dan sesusah apapun hendaknya ikut
memanjat (meraih) blimbing memiliki lima sisi yang menggambarkan 5 rukun Islam.
Untuk membasuh dan sarana penyucian diri dari segala dosa.
5. Karena pakaian (akhlak) manusia sudah
mulai compang camping tidak karuan.
6. Oleh karena itu hendaknya disucikan dan
dibersihkan dengan Sahadat, Salat, Puasa, Zakat dan Haji, yang intinya mengajak
manusia untuk ber ISLAM.
7. Mumpung masih ada kesempatan, mumpung
hayat masih dikandung badan ayo beramai – ramai menerima ajaran ISLAM.
Secara garis besar
bisa ditarik kesimpulan begini :